Menguak Sejarah Masjid dan Pasar Danyang: Kisah Kyai Ageng Imam Puro

- 26 Maret 2024, 03:18 WIB
Makam Imam Puro
Makam Imam Puro /Frengki Criss/SL

Songgolangit.com - Di Sukosari ada masjid bernama Masjid Imam Puro. Masjid itu berada dekat pasar Danyang. Sebuah pasar yang dalam catatan J. Knebel (1909) disebut tempat petilasan Kanjeng Raden Mas Adipati Surodiningrat 1, Bupati Panaraga.

Pohon beringin berpagar yang berdampingan dengan satu arca batu dipercaya sebagai petilasannya. Tempat ini dahulu dipakai untuk haul dan nyadran masyarakat sekitar (393-394). Kisah masjid Imam Puro berdampingan dengan kisah masa lalu Pasar Danyang, Sukosari, Babadan, Ponorogo.

Imam Puro dipercaya terkait proses penyebaran Islam di Ponorogo pasca keberhasilan penyebaran Islam Bathoro Katong. Menurut keyakinan warga setempat, sebelum kedatangan Bathoro Katong, Syekh Mohammed Al Farisi atau Kyai Mojo Lintang, murid Syekh Subakir, telah menyebarkan Islam di daerah ini.

Baca Juga: Makam Di Masjid Agung R.M.A.A Tjokronegoro dan Penerima Bintang Orde Singa Belanda

Namun, pengaruh Hindu-Buddha yang masih kuat membuat upaya dakwahnya belum sepenuhnya berhasil. Pada abad XVII, sekitar tahun 1760, Kyai Ageng Imam Puro, salah satu murid Kyai Mohammad Besari, mulai menyebarkan Islam di desa ini.

Setelah berhasil membantu Kasunanan Surakarta yang saat itu dipimpin oleh Pakubuwono II, Hasan Besari, dan Bagus Harun Basyariah menghadapi pemberontakan “Geger Pecinan”, Kiai Imam Puro memulai dakwahnya di Sukosari dengan nama samaran “Suryopati”, diberikan oleh Kasunanan Surakarta, seperti yang diceritakan oleh Imam Fatokhah.

Kiai Imam Puro menerapkan strategi dakwah dengan mendekati para petani dan bertransaksi di Pasar Demung (Danyang) bersama santrinya. Selama berinteraksi di pasar, beliau kerap menyelipkan dakwah kepada masyarakat.

Baca Juga: Kisah Empu Karsan: Pencipta 146 Keris Legendaris dan Pemimpin Tarekat Syattariyah

Dalam bidang kebudayaan, terdapat arca peninggalan Hindu-Buddha di sekitar makam dan masjid Kiai Ageng Imam Puro, menandakan penghormatan beliau terhadap kepercayaan masyarakat setempat. Di bidang pendidikan, beliau berhasil mendirikan masjid dan pesantren yang menampung ribuan santri dari berbagai daerah.

Kyai Ageng Imam Puro, yang memiliki hubungan dengan Kesultanan Banten, wafat pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1223 Hijriah, atau 12 Mulud dalam penanggalan Saka, atau 8 Mei 1808 Masehi. Beliau meninggalkan dua istri, di mana sejarah istri pertamanya belum diketahui dan istri keduanya bernama Galuh Purbasari atau Nyai Jamilatin, puteri dari Kasunanan Surakarta. Beliau juga meninggalkan dua keturunan, yaitu Kyai Ageng Imam Puro II dan Kyai Ageng Imam Besari.

Halaman:

Editor: Yudhista AP


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x