Menguak Rahasia Kertas Gedog: Warisan Intelektual Pesantren Gebang Tinatar Ponorogo

- 28 Mei 2024, 01:54 WIB
Gayuh Styono memberikan paparan tentang kertas gedog di Tegalsari
Gayuh Styono memberikan paparan tentang kertas gedog di Tegalsari /Wirastho/SL


Songgolangit.com - Indonesia, terkenal dengan keanekaragaman budayanya, juga merupakan gudangnya kekayaan intelektual. Sejarah mencatat, Nusantara tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga kaya akan pengetahuan, terutama dalam tata kelola pertanian melalui sistem terasering dan penghafalan musim beserta gejala alamnya. Tak hanya itu, pengetahuan farmakologi juga menjadi bagian dari harta intelektual yang tercatat dalam naskah-naskah kuno.

Kemajuan literasi pada masa awal dan perkembangan Islam di Jawa, yang kemudian meluas ke seluruh Nusantara, terlihat dari banyaknya artefak literatur berupa kitab kuno. Kitab-kitab tersebut mencakup berbagai disiplin ilmu, mulai dari keagamaan, pertanian, hingga tata kelola masyarakat dan sastra.

Manuskrip-manuskrip bersejarah ini ditulis menggunakan aksara Jawa, Pegon, dan Hijaiyah, menunjukkan keberagaman budaya serta sistem penulisan yang berkembang di Nusantara. Naskah-naskah pengetahuan ini tidak hanya merupakan hasil pemikiran para kyai, tetapi juga bagian dari sistem transfer keilmuan yang dikenal sebagai kitab seratan santri.

Salah satu pusat penyebaran literasi Islam di Jawa adalah Pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Jetis Ponorogo. Pesantren ini tidak hanya dikenal sebagai tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai pusat produksi manuskrip-manuskrip yang ditulis pada kertas khusus, yang dibuat dari kulit pohon glugu atau saeh.

Baca Juga: Kertas Gedhog dan Kejayaan Pesantren Tegalsari: Sebuah Warisan yang Hampir Punah

Kertas gedhog Tegalsari, yang memiliki kekuatan dan ketahanan luar biasa, serta permukaan yang ideal untuk menulis dan melukis, menjadi media dokumentasi keilmuan yang penting. Kertas ini juga dikenal dengan nama kertas Ponoragan atau kertas daluang.

Awalnya, kertas ini hanya diproduksi untuk memenuhi kebutuhan internal pesantren, namun kemudian menjadi komoditas perdagangan yang dicari oleh Kasunanan Surakarta hingga menyebar ke seluruh Nusantara, bahkan mancanegara.

Gayuh Styono, seorang Dosen Seni Kriya di ISI Solo, mengungkapkan bahwa kertas Ponoragan tidak hanya selembar media tulis. Ia adalah simbol dari dinamika intelektual di Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari Ponorogo. Dalam proses pembuatannya, terjadi transfer ilmu yang aktif, serta sikap inovatif para kyai yang mendorong pemberdayaan keluarga dan santri dalam memproduksi kertas secara mandiri.

"Ini bukan sekadar kertas, ini adalah bukti dari sebuah sistem pendidikan yang menghasilkan lebih dari sekadar pengetahuan, tapi juga inovasi dan kemandirian," ujar Gayuh Styono.

Kertas gedhog Tegalsari, dengan keunikannya, telah menjadi bagian dari jaringan perdagangan dan komunikasi ilmu pengetahuan, menghubungkan Nusantara dengan dunia. Kekayaan intelektual yang terkandung di dalamnya, baik dalam bentuk pengetahuan yang dituliskan maupun inovasi pembuatannya, adalah warisan yang patut dibanggakan dan dilestarikan. ***

Editor: Yudhista AP


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah