Serat Centhini Buka Rahasia: Jejak Autentik Reog Ponorogo

- 21 Maret 2024, 03:36 WIB
Dadak Merak, salah satu pusat atensi dalam pertunjukan Reog
Dadak Merak, salah satu pusat atensi dalam pertunjukan Reog /Ponorogo.go.id/

Songgolangit.com - Kesejarahan Reog Ponorogo hingga saat ini dalam kondisi samar. Kesenian yang sangat dijunjung di Ponorogo terbendung penelusuran sejarah yang terjebak dalam persoalan politik dan seni dari masa lalu.

Para akademisi kebanyakan melacak sejarah Reog periode perkembangan seni Reog Ponorogo dalam kerangka gejolak tahun 1965. Selebihnya, tafsir filosofis yang memotong perkembangan kreasi estetika periode sebelum kreasi Reog Ponorogo dengan Kelana Sewanda. Penelusuran sejarah estetika perkembangan seni masih terganjal kabut politik kesenian.

Baca Juga: Misteri Kisah Reog Ponorogo dalam Serat Centhini: Eksistensi Sejarah dan Kontroversi

Apakah menggali reog dari sudut pandang yang berbeda? Mungkin melalui karya sastra Jawa?

Pada 27 Agustus 2019, Antaranews menyoroti hambatan mengapa Reog Ponorogo gagal mendapat pengakuan ICH dari UNESCO. Masalah yang menghadang termasuk konsistensi penggunaan istilah Reyog atau Reog.

Pendekatan historis mutlak jadi cara menemukan solusi. Namun, pendekatan ini juga menegaskan pentingnya data konkrit (fisik) berupa arsip. Pertanyaannya, apakah arsip konkret perihal Reog Ponorogo di masa sebelum 1965 pernah jadi rujukan?

Tanpa mengabaikan perdebatan ontologis mengenai istilah Reyog atau Reog, atau akronim yang saat ini tafsir penamaan kesenian asal Ponorogo, kiranya membaca konsistensi penggunaan Reog atau Reyog dari sudut lain. Pencarian tanpa melibatkan tafsir filosofis para praktisi. Dengan kata lain, sekadar dari sudut penggunaan susun huruf dari catatan manuskrip.

Serat Centhini (1814) yang sering disebut sebagai ensiklopedi budaya Jawa jadi rujukan penelusuran paling mudah.  Hasil terjemahan Ki Kamajaya, Serat Centhini disusun dalam XII  jilid. Awalnya Serat Centhini bernama Suluk Tambangraras. Manuskrip panjang yang merekam berbagai kebudayaan Jawa di berbagai daerah.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Amarah Mangkunegoro di Kisah Sejarah Tambakbayan

Pada tahun 2015, ketika saya sedang menempuh studi Sastra Jawa di Universitas Sebelas Maret (UNS), Serat Centhini sering menjadi topik pembicaraan utama. Manuskrip dikenal sebagai ensiklopedia budaya Jawa. Dengan rasa penasaran, penulis mencari tahu tentang kesenian dari kota kelahiran, Ponorogo. Dan saya menemukan referensi mengenai kesenian reog dalam Serat Centhini, khususnya di jilid IV.

Pada Serat Centhini jilid IV hasil alih aksara Ki Kamajaya, kesenian reog diceritakan. Tertulis: “Warok gêgêk wontên malih dèn rêmêni | dados reyog mawa | gêndruwon barongan jathil | ingkang dados rêringgitan || (Pupuh Maskumambang, Pada 34)” Reog tertulis dengan huruf ‘y’. Tanpa alasan perdebatan huruf y sebagai simbol Hyang Widhi.

Dengan membaca Serat Centhini, eksistensi reog Ponorogo dan bagaimana penulisan nama kesenian ini dapat ditemukan. Tanpa memperdebatkan makna filosofis atau pun klaim atas peran seseorang dalam pelestarian reog Ponorogo, reog bisa ditemukan dengan susunan huruf r-e-y-o-g.

Data dari Serat Centhini pun menunjukan bahwa Reyog telah ada jauh sebelum era gejolak tahun 1965. Pemerintah hanya perlu memperdalam studi tentang perkembangan reog Ponorogo dengan lebih serius tanpa memihak peran kelompok reog tertentu.

Halaman:

Editor: Yudhista AP


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah