Songgolangit.com – Naskah Merapi-Merbabu adalah karya sastra Jawa Kuno dari skriptorium Merapi-Merbabu yang menyimpan konteks multikultural, mengungkap cerita yang toleransi antar iman. Salah satu kisah unik adalah tentang Nabi Muhammad bercukur atau Nabi Aparas.
Kisah ini tercatat dalam naskah berbahasa Jawa Kuno beraksara Buda. Temuan ini bermakna penting, menunjukkan bahwa di masa skriptorium pra-Islam juga mencatat cerita yang umum dalam agama Islam di masa lalu.
Teks Nabi Aparas tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dengan nomor katalog PNRI 7 L 29. Cerita naskah ini bermula Abu Bakar ditanya tentang peristiwa ketika Nabi Muhammad bercukur.
Baca Juga: Kabar Gembira! Perpustakaan Khusus Manuskrip Jawa Sasana Pustaka Kini Dapat Dikunjungi
Jawaban yang diberikan menggambarkan detail peristiwa tersebut terjadi pada hari Senin bulan Ramadhan selama masa peperangan melawan Raja Lahad. Saat itu disebut Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad saat membaca Surah al-Fath 48:27. Lalu, menyampaikan perintah Allah agar Nabi bercukur.
Kajian terkait teks Nabi Aparas terdapat dalam jurnal hasil kajian Abimardha Kurniawan berjudul Mencapai Keselamatan:Tinjauan Awal Pengaruh Islam dalam Skriptorium Merapi-MerbabuAbad 16 – 18 (2017).
Dalam kajiannya, Abimardha Kurniawan menyebut naskah berbahasa Jawa Kuno ditulis dengan aksara 'aksara Buda'. Aksara yang digunakan oleh para ajar di gunung “haksara buda hingkang kahangge para hajar-ajar hing rědi (halaman 17)”.
Fakta ini menjadi bukti interaksi damai antara pemeluk agama-agama yang berbeda. Di bulan Ramadhan, kisah ini menjadi tema diskusi di Madyotaman, Surakarta, Jawa Tengah (21/03/2024). Acara ini diadakan oleh komunitas Sraddha Sala dan Semak Belukar Karanganyar. Pertemuan ini bertujuan untuk menyemarakkan nilai-nilai toleransi yang terkandung dalam naskah-naskah Merapi-Merbabu.
Baca Juga: Mengenal Reog Mahesa Nempuh Ngawi, Kreasi Seni Untuk Menjaga Lingkungan
Rendra Agusta, seorang pemateri dari Sraddha Sala, menyoroti penggunaan istilah Allah dan Hyang dalam naskah Nabi Aparas. "Cerita Nabi Aparas yang bernuansa Islam masih menggunakan dua sebutan yakni Allah dan Hyang untuk menyebut Tuhan," terangnya. Hal ini mencerminkan sinkretisme dalam penggunaan nama Tuhan yang beragam, mencerminkan inklusivitas budaya setempat.