RA Soeharsikin: Putri Ponorogo, Tiang Perjuangan HOS Tjokroaminoto yang Terlupakan

22 Mei 2024, 18:29 WIB
Kisah Cinta Tjokroaminoto dan Raden Ayu Soeharsikin: Perjuangan, Cinta, dan Pernikahan yang Tak Lekang oleh Zaman /


Songgolangit.com – Raden Ayu Soeharsikin merupakan tokoh yang nyaris terlupakan. Makamnya di Surabaya hampir tak diketahui orang. Padahal, tanpa dukungannya, hidup dan perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto akan menuju arah yang berbeda.

Raden Ajeng Soeharsikin, puteri dari Raden Mas Sulaiman Mangoensomo, wakil bupati Ponorogo, dijodohkan dengan Tjokroaminoto, seorang pemuda yang kelak menjadi tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia.

Setelah menikah, Soeharsikin berubah namanya menjadi Raden Ayu Tjokroaminoto, dan dikenal memiliki budi pekerti yang halus serta perangai yang baik. Menurut asal-usulnya, ia keturunan Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir di Madiun.

Menurut catatan sejarah yang terangkum dalam "Menelusuri Jejak Ayahku" karya Harsono Tjokroaminoto, Raden Ayu Soeharsikin memiliki ketertarikan pada pengajian agama dan kegiatan intelektual lainnya.

Baca Juga: Silsilah HOS Tjokroaminoto, Pendidikan, Karir Awal, dan Kehidupan Keluarganya

Meski pendidikan formalnya tidak tinggi, ia memiliki kecakapan dalam berbagai bidang, termasuk bermain piano, yang kontras dengan hobi Tjokroaminoto yang gemar pada gamelan. Selain itu, Soeharsikin juga memiliki kemampuan unik dalam beternak dan memawang ular.

Perbedaan pandangan antara Tjokroaminoto dan mertuanya menciptakan konflik.

Tjokroaminoto, yang saat itu telah terjun ke dunia birokrasi sebagai juru tulis patih di Ngawi, memiliki pandangan yang berbeda dengan mertuanya yang menginginkan dirinya tetap berkarir menjadi birokrat.

Konflik ini mencapai puncaknya ketika Tjokroaminoto memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya dan mertuanya marah karena dianggap bakal menyeret Soeharsikin ke dalam kehidupan 'orang susah'.

Baca Juga: Peran HOS Tjokroaminoto dalam Perjuangan: Keadilan dan Otonomi Daerah dalam Sejarah Pergerakan Nasional

Kesadaran akan realitas kolonialisme dan feodalisme yang merajalela di Nusantara, mendorong Tjokroaminoto untuk mengambil langkah radikal: 'minggat' dari rumah mertuanya, meskipun saat itu Soeharsikin sedang hamil anak pertama mereka.

Peristiwa ini menandai awal dari perjuangan pribadi Tjokroaminoto untuk membuktikan ketangguhannya, sebelum nantinya berkiprah dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan bagi bangsanya.

Diminta Menceraikan Tjokroaminoto

Tercatat dalam sejarah, tindakan nekat Tjokroaminoto meninggalkan pekerjaannya sebagai juru tulis patih di Ngawi pada tahun 1905, dan 'minggat' ke Semarang, menciptakan konflik keluarga yang mendalam.

Perpindahan tersebut mengundang kemarahan Mangoensoemo, mertua Tjokroaminoto, yang merasa martabat dan kehormatan keluarganya telah tercoreng tindakan menantunya itu.

Baca Juga: Fikiran Ra'jat: Majalah Radikal Soekarno yang Bersuara Lantang Melawan Imperialisme

Di Semarang, Tjokroaminoto mendapatkan pengalaman empirik sebagai kuli pelabuhan, menemukan panggilan jiwanya untuk memperhatikan kehidupan kaum buruh.

Dari pengalaman tersebut, ia mempelopori berdirinya 'sarekat sekerdja' yang berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat kaum buruh Indonesia.

Konflik dengan keluarga mertua berlanjut ketika Mangoensoemo memaksa putrinya, Soeharsikin, untuk bercerai dari Tjokroaminoto. Namun, Soeharsikin dengan tegas memilih untuk tetap bersama suaminya.

Dalam sebuah kutipan emosional, ia berkata,
"Ayahanda! Dahulu anakanda dikawinkan oleh ayah-bunda, sedangkan anakanda pada waktu itu tidak kenal dengan mas Tjokro. Anakanda taati! Kini anakanda pun tetap taat, kalaupun ayah-bunda ceraikan anakanda dari Mas Tjokro, baiklah tetapi seumur hidup anakanda tidak akan kawin lagi. Oleh karena dunia akhirat, suami anakanda hanyalah Mas Tjokro itu semata."

Baca Juga: Mengenal RM Soesanto Tirtoprodjo: Bupati Ponorogo Pertama Era Kemerdekaan dan Arsitek Hukum Indonesia

Pernyataan itu membuat kedua orang tuanya tidak dapat berbuat apa-apa. Di tengah budaya patriarki yang kuat, keteguhan Soeharsikin mempertahankan pilihannya merupakan langkah berani yang membutuhkan kekuatan batin yang luar biasa.

Pada akhirnya, ibunda mertua memberikan syarat kepada Tjokroaminoto agar Soeharsikin melahirkan di Madiun untuk mendapatkan pengampunan.

Tjokroaminoto yang sempat meninggalkan Soeharsikin, akhirnya kembali menjemputnya. Setelah melahirkan anak sulungnya, Soeharsikin ingin mengajak anaknya meninggalkan rumah. Untuk menyusul Tjokroaminoto di Semarang, oleh seorang abdi dalem akhirnya berhasil ditemukan alamatnya.

 “Ibu Tjokro yang merupakan pejabat di Madiun ingin agar seluruh cucunya lahir di Madiun. Ia ingin cucunya lahir dengan restu dan pengawasannya,” tulis buku "Menelusuri Jejak Ayahku" karya Harsono Tjokroaminoto.

Baca lanjutannya: RA Soeharsikin: Ibu Kost Legendaris, Pendamping Tjokroaminoto Mengasuh Para Pemuda Aktivis Pergerakan
***

Editor: Yudhista AP

Tags

Terkini

Terpopuler