Pendidikan HOS Tjokroaminoto: Pemikir Bandel yang Berhasil Mengobarkan Ideologi Perlawanan

22 Mei 2024, 19:26 WIB
Mengenal Sosok H.O.S. Tjokroaminoto, Sang Pendidik Pejuang /Tjaja Hindia/


Songgolangit.com – Sosok Haji Oemar Said Tjokroaminoto, atau yang lebih akrab dikenal sebagai H.O.S. Tjokroaminoto, hingga kini masih menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama dalam bidang pendidikan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pria yang lahir di Ponorogo dengan nama kecil Oemar Said ini, memilih melepaskan gelar keningratannya setelah menunaikan ibadah haji, menjadi simbol kesederhanaan dan kecintaannya pada tanah air dan ide kesetaraan manusia.

Trilogi pemikiran yang dijunjung tinggi oleh Tjokroaminoto, "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat," menggambarkan pentingnya kombinasi antara pengetahuan, keimanan, dan kecerdasan taktis dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Trilogi ini menjadi dasar pemikiran yang membentuk karakteristik perjuangan kemerdekaan Indonesia pada zamannya.

Baca Juga: RA Soeharsikin: Putri Ponorogo, Tiang Perjuangan HOS Tjokroaminoto yang Terlupakan

Masa pendidikan Tjokroaminoto tidaklah mulus. Ia kerap pindah dari satu sekolah ke sekolah lain, namun kecerdasan otaknya memungkinkan dia untuk melanjutkan pendidikan di OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Magelang, yang ia selesaikan pada tahun 1902.

Tradisi keluarga priyayi Binnenland Bestuur (B.B.) saat itu, yang mengharapkan anak-anaknya menjadi pejabat, tidak membuat Tjokroaminoto terpaku pada karir birokrat.

Ketidakadilan yang ia saksikan selama bekerja dalam urusan pemerintah Hindia Belanda di Ponorogo membuat Tjokroaminoto memilih untuk mengundurkan diri setelah menikah dengan Soeharsikin.

Keputusan ini sempat menimbulkan kemarahan dari mertuanya, karena dianggap telah membawa Soeharsikin ke dalam kehidupan jalur swasta yang rawan melarat.

Baca Juga: Fikiran Ra'jat: Majalah Radikal Soekarno yang Bersuara Lantang Melawan Imperialisme

Keteguhan hati Soeharsikin teruji ketika ia meninggalkan rumah untuk menyusul Tjokroaminoto bersama anak sulung mereka, meskipun akhirnya ditemukan oleh pesuruh ayahnya di Semarang.

Kesulitan berkembang di Semarang mendorong Tjokroaminoto untuk pindah ke Surabaya pada tahun 1906, di mana ia bekerja sebagai kuli panggul dan aktif berorganisasi di SDI hingga mendirikan Sarekat Islam.

Kepulangannya ke Madiun karena kelahiran anaknya, Siti Oetari, diikuti dengan pemindahan keluarganya ke Surabaya, di mana ia mendapatkan dukungan penuh dari istrinya.

Di Surabaya, Tjokroaminoto bekerja sebagai tenaga administrasi di firma Inggris Kooy & Co., namun tetap meluangkan waktu untuk menuntut ilmu dengan mengikuti pendidikan di sekolah B.A.S (Burgerlijke Avond School) dari tahun 1907 hingga 1910.

Baca Juga: Silsilah HOS Tjokroaminoto, Pendidikan, Karir Awal, dan Kehidupan Keluarganya

Karir Awal Hingga Masuk dalam Suksesi Sarekat Islam

Setelah menamatkan pendidikan di B.A.S, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan di perusahaan tersebut dan memilih menjadi leerling machinist (pembantu bagian mesin) selama satu tahun.

Tjokroaminoto, yang memulai kiprahnya melalui Budi Utomo (BU), telah menunjukkan bakat kepemimpinannya sejak kongres BU di Yogyakarta pada Oktober 1908. Dengan keahliannya dalam berorganisasi, Tjokroaminoto mendirikan cabang BU di Surabaya dan menjadi ketua cabang.

Tjokroaminoto, yang saat itu masih bekerja sebagai teknisi pabrik gula di Surabaya, telah mampu mengepakkan sayapnya di dunia pergerakan. Ia dikenal berkepribadian cakap dan aktif dalam berbagai forum diskusi serta organisasi semasa sekolahnya.

Baca Juga: Peringatan Haul Kyai Ageng Muhammad Besari ke-277 di Tegalsari: Revitalisasi Warisan dan Tradisi Keilmuan

Keterampilan dan dedikasinya dalam berorganisasi terlihat jelas saat ia memainkan peran penting dalam Sarekat Dagang Islam (SDI) Solo, yang kemudian bertransformasi menjadi Sarekat Islam (SI).

Pada tahun 1912, SDI Solo menghadapi cekal dari pemerintah kolonial, yang memaksa mereka untuk merombak struktur organisasi dan menyusun akta hukum yang baru.

Dalam situasi genting ini, Samanhoedi, salah satu tokoh SDI, mendengar tentang Tjokroaminoto dan berinisiatif untuk menggaetnya masuk ke dalam organisasi. SDI bahkan menebus masa kerja Tjokroaminoto yang masih terikat kontrak dengan pabrik gula dengan ganti rugi agar ia dapat sepenuhnya bergabung dengan pergerakan.

Bergabungnya Tjokroaminoto dengan SI pada Mei 1912 menjadi titik balik penting dalam sejarah organisasi tersebut. Ia dibawa ke Solo dan pada 10 September 1912, berhasil merumuskan akte hukum baru untuk SI.

Baca Juga: Peran HOS Tjokroaminoto dalam Perjuangan: Keadilan dan Otonomi Daerah dalam Sejarah Pergerakan Nasional

Tjokroaminoto mengusulkan perubahan nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, yang mendapat persetujuan dari Samanhoedi.

Dengan kepemimpinan dan jaringan yang dimiliki Tjokroaminoto, SI berkembang pesat dan mendirikan cabang di berbagai daerah di Jawa, mulai dari wilayah timur hingga barat, dan bahkan hingga ke Batavia.

Sebelum menjabat sebagai ketua SI, Tjokroaminoto memiliki pengalaman bekerja sebagai teknisi di Pabrik Gula Rogojampi, Surabaya. Sebagai chemiker (ahli kimia), ia memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kimia, yang mungkin juga memberikan kontribusi dalam pemikiran strategisnya dalam pergerakan.

Kisah Tjokroaminoto merupakan refleksi dari semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Dedikasi dan kecerdasannya dalam berorganisasi memberikan dampak signifikan dalam arus pergerakan nasional yang pada akhirnya berujung pada kemerdekaan Indonesia. ***

Editor: Yudhista AP

Tags

Terkini

Terpopuler