DPRD Bahas Rencana Reaktivasi Jalur Kereta Madiun-Ponorogo, Benarkah Akan Berdampak Penggusuran Lahan?

- 24 Januari 2024, 20:15 WIB
Petugas menggunakan alat berat membongkar paksa bangunan pasar di lahan bekas Stasiun Kereta Api di Ponorogo, Senin (21/1/2019).
Petugas menggunakan alat berat membongkar paksa bangunan pasar di lahan bekas Stasiun Kereta Api di Ponorogo, Senin (21/1/2019). /Siswowidodo/Antara

“Kami akan memperjuangkan agar alternatif pertama tidak terjadi. Kami tidak ingin mengorbankan ribuan orang yang telah lama menggantungkan hidupnya di sana,” pungkasnya.

Selain itu, dalam rapat bersama Dirjen KAI, DPRD Ponorogo telah mengusulkan beberapa alternatif jalur kereta api baru, yang mencakup rute dari utara Terminal Seloaji hingga ke Stasiun Balong dan Slahung, serta jalur baru dari terminal ke Balong.

Keputusan akhir tentang jalur mana yang akan diambil masih dalam proses pembahasan.

Reaktivasi Rel dan Reaktivasi Aset Lahan KAI

PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daops VII Madiun bertekad untuk merevitalisasi jalur kereta api Madiun-Ponorogo, sebuah proyek ambisius yang menghidupkan kembali jalur yang terhenti operasinya sejak 1982.

Jalur ini, dengan panjang sekitar 58 kilometer, membentang dari Stasiun Besar Madiun hingga Stasiun Slahung, dan terakhir kali digunakan lebih dari empat dekade yang lalu.

PT KAI berencana melakukan reaktivasi pada tahun 2025 untuk jalur sepanjang 25,5 kilometer, yang awalnya dibangun pada tahun 1904 dan mulai beroperasi pada tahun 1922.

Kereta uap yang dulu menggelindingl di jalur ini, dikenal sebagai sepur kluthuk, banyak dimanfaatkan sebagai transportasi masyarakat. Akhir kisah, kereta api relasi Madiun-Ponorogo berhenti beroperasi pada 1983 karena kurangnya minat dan perkembangan zaman.

Namun, rencana reaktivasi ini menghadapi kendala serius. Sejak berhentinya operasi jalur tersebut, telah tumbuh lebih dari 700-an unit bangunan di atas dan di sekitar lahan PT KAI.

Manajer Humas PT KAI Daops 7 Kota Madiun di masa lampau, dalam wawancara dengan Madiunpos pada tahun 2015, Supriyanto, mengakui adanya masalah hunian di atas lahan PT KAI. "Ini memang yang akan menjadi masalah. Tanah-tanah yang ditempati warga tersebut tetap menjadi aset PT KAI," jelasnya.

Supriyanto menjelaskan bahwa tanah yang ditempati oleh warga selama ini merupakan lahan sewa. Warga yang tinggal di atas lahan tersebut telah membayar uang sewa kepada PT KAI dan banyak di antaranya yang telah membangun rumah semi permanen hingga permanen.

Halaman:

Editor: Yudhista AP


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah