Polemik Revisi UU Penyiaran: Kreativitas Digital di Ambang Regulasi Ketat?

13 Mei 2024, 22:44 WIB
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dengan tegas menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, yang saat ini sedang bergulir di DPR RI. /TikTok/

Songgolangit.com - Rancangan revisi Undang-Undang Penyiaran mendapat sorotan tajam dari para praktisi media dan peneliti komunikasi. RUU yang dianggap dapat mengancam kebebasan dan kreativitas di dunia digital ini tengah menjadi perbincangan hangat.

Remotivi, lembaga yang fokus pada studi dan pemantauan media, menilai revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran berpotensi membatasi ruang gerak konten digital.

Direktur Eksekutif Remotivi, Yovantra Arief, menyampaikan keberatan terhadap perluasan definisi penyiaran yang kini tidak hanya mencakup media konvensional seperti televisi dan radio, tetapi juga platform digital.

“Perubahan definisi penyiaran menjadi sebuah langkah mundur dalam mengakomodasi dinamika teknologi informasi,” ujar Yovantra di Jakarta, Rabu.

Baca Juga: Cara Cek Email Penipuan, Waspada Kejahatan Siber Melalui Kiriman Email dan APK

“Konten digital yang seharusnya dinikmati dengan kebebasan lebih, kini harus terbelenggu oleh aturan yang sama dengan media tradisional.”

Menurut Yovantra, perbedaan fundamental antara media digital dan konvensional harusnya mendapat pertimbangan serius dalam pembuatan kebijakan. "Ini tidak tepat karena platform digital memiliki logika teknologi yang berbeda dengan TV atau radio terestrial," tegasnya.

Draf RUU Penyiaran yang dirilis pada 2 Oktober 2023 memberikan wewenang lebih luas kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pasal 8A huruf q, misalnya, memperluas kewenangan KPI untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran.

Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya tumpang tindih dengan fungsi Dewan Pers yang selama ini mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik.

Baca Juga: Kemudahan Cek dan Pembayaran Denda Surat Tilang Online Melalui HP

Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, berpendapat bahwa draf revisi UU Penyiaran telah sesuai dengan kode etik jurnalistik. Dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Senin (13/05), ia menanggapi kekhawatiran tentang beberapa pasal yang dapat menghambat kebebasan pers.

"RUU Penyiaran ini tidak mengubah substansi kode etik jurnalistik yang telah ada," ungkap Bobby. Ia menambahkan bahwa revisi ini serupa dengan perubahan pada UU ITE, yang memperluas aturan ke ranah digital tanpa mengubah norma yang ada.

Bobby juga menegaskan bahwa kegiatan siaran di frekuensi telekomunikasi over the top (OTT) dikecualikan dari ranah kode etik jurnalistik.

"Kami tidak ingin ada 'pengecualian' yang memisahkan kegiatan jurnalistik OTT dari kode etik yang berlaku," jelasnya.

Baca Juga: Hasil Riset BRIN: Kenaikan Suhu Malam Hari Bisa Turunkan Hasil Panen Padi Hingga 50%!

Untuk memastikan bahwa revisi UU Penyiaran sejalan dengan prinsip kemerdekaan pers, Bobby menjamin bahwa publik akan dilibatkan dalam proses pembahasan.

"Kami ingin masyarakat mendapatkan manfaat dari penyiaran dan terlindungi dari konten yang kontraproduktif," tutupnya. ***

Editor: Yudhista AP

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler