Terdeteksi Laporan Intelijen PPATK, Rp80 Triliun Mengalir dalam Gelanggang Pemilu 2024

- 27 Juni 2024, 18:03 WIB
Raker PPATK bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024. Pikiran Rakyat/Oktaviani
Raker PPATK bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024. Pikiran Rakyat/Oktaviani /

Santoso, anggota Komisi III DPR RI, menambahkan bahwa laporan PPATK terkait transaksi mencurigakan mendapat respons serius dari penegak hukum. Sektor-sektor yang terlibat meliputi tindak pidana pencucian uang (TPPU), narkotika, hingga pertambangan ilegal. Namun demikian, terdapat pula laporan-laporan yang belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH) meskipun telah dilaporkan oleh PPATK.

Perputaran dana raksasa dalam konteks Pemilu 2024 ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap aliran keuangan untuk menjaga integritas proses demokrasi. Langkah-langkah yang diambil oleh PPATK dan kolaborasi dengan berbagai lembaga penegak hukum menjadi bukti nyata dari komitmen untuk menciptakan pemilu yang bersih dan adil.

Baca Juga: Analisis Biaya Politik Tinggi di Indonesia dan Implikasinya untuk Pilkada di Ponorogo

Potensi Politik Uang Mengancam Integritas Pilkada Serentak 2024

Majelis Sidang dipimpin Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, putuskan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran.
Majelis Sidang dipimpin Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, putuskan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran.
Menjelang Pilkada serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024, fenomena politik uang menjadi sorotan utama. Rahmat Bagja, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, menegaskan bahwa praktik politik uang masih berpotensi terjadi dan menjadi tantangan dalam menjaga integritas pemilihan.

Dalam Forum Koordinasi Sentra Gakkumdu, Rahmat Bagja mengungkapkan kekhawatirannya, "Politik uang pasti selalu ada. Permasalahannya bisa direduksi atau tidak? Kita sudah patroli, begitu selesai patroli dan Panwascam kembali ke kantornya, terjadi lagi politik uang."

Berdasarkan data tren putusan tindak pidana pemilihan tahun 2020, terdapat puluhan kasus yang tercatat melanggar berbagai pasal dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Baca Juga: Apa Arti Status Quo, dan Contohnya dalam Konteks Politik

Sebanyak 65 kasus melibatkan kepala desa atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar pasal 188 dengan melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Sementara itu, 22 kasus terkait pelanggaran pasal 187A ayat 1, yang melibatkan pemberian uang atau materi lainnya.

Rahmat Bagja juga menyoroti kasus lain seperti pelanggaran pasal 178B, di mana terdapat 12 kasus pemilih yang memberikan suara lebih dari sekali. Terdapat juga pelanggaran pasal 187 ayat 3 sebanyak 10 kasus, yang berkaitan dengan ketentuan kampanye. Delapan kasus melanggar pasal 187 ayat 2, tujuh kasus melanggar pasal 178A, dan beberapa kasus lainnya yang melibatkan penyelenggara pemilihan.

Pada Pemilu 2024, akan ada perbedaan dalam penanganan politik uang. Pemberi akan dikenakan pidana, sementara penerima tidak. Hal ini berbeda dengan pemilihan sebelumnya, di mana pemberi dan penerima sama-sama dikenakan pidana.

Halaman:

Editor: Yudhista AP

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah