Terdeteksi Laporan Intelijen PPATK, Rp80 Triliun Mengalir dalam Gelanggang Pemilu 2024

- 27 Juni 2024, 18:03 WIB
Raker PPATK bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024. Pikiran Rakyat/Oktaviani
Raker PPATK bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024. Pikiran Rakyat/Oktaviani /

Songgolangit.com - Pemilu 2024 menjadi sorotan utama, bukan hanya sebagai pesta demokrasi, tetapi juga karena adanya aliran dana yang signifikan. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa perputaran dana terkait dengan Pemilu 2024 mencapai angka yang fantastis, yakni Rp80 triliun, sepanjang periode Januari 2023 hingga Mei 2024.

Pada rapat kerja Komisi III DPR RI, Ivan memaparkan bahwa terdapat 108 produk intelijen keuangan yang telah dihasilkan oleh PPATK. Produk-produk tersebut meliputi hasil analisis atau informasi serta hasil pemeriksaan yang berkaitan erat dengan pelaksanaan Pemilu 2024.

Lebih lanjut, produk-produk ini melibatkan berbagai elemen, mulai dari partai politik, anggota partai, calon legislatif, petahana, hingga pejabat yang masih aktif menjabat.

Produk intelijen keuangan ini bukanlah sekadar catatan nominal, melainkan hasil dari investigasi mendalam yang bertujuan untuk mengawasi dan memastikan transparansi dalam proses demokrasi. PPATK telah menyalurkan informasi tersebut kepada instansi eksternal untuk ditindaklanjuti.

Baca Juga: Pilkada Ponorogo: Antara Harapan dan Realita Politik Uang yang Menggurita

Sejumlah 35 hasil analisis telah diarahkan ke Kejaksaan, sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 21 hasil analisis dan 5 hasil pemeriksaan. Polri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga termasuk dalam daftar lembaga yang menerima informasi dari PPATK.

Dalam upaya mendukung pemilu yang bebas, rahasia, jujur, dan adil, PPATK telah menginisiasi pembentukan collaborative analysis team (CAT). Tim ini melibatkan PPATK, KPU, Bawaslu, dan 157 penyedia jasa keuangan, yang akan beroperasi selama Pemilu 2024.

CAT memiliki peran krusial dalam memperkuat kolaborasi dan sinergi antar lembaga, baik sektor publik maupun privat, demi meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.

Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa banyak produk hasil analisis dan hasil pemeriksaan yang telah ditindaklanjuti oleh lembaga penegak hukum. Kolaborasi intensif antara PPATK dengan penyidik di KPK, kepolisian, dan kejaksaan terus berlangsung.

Baca Juga: Slamet Widodo: Pendidikan Politik, Senjata Ampuh Melawan Politik Uang!

Santoso, anggota Komisi III DPR RI, menambahkan bahwa laporan PPATK terkait transaksi mencurigakan mendapat respons serius dari penegak hukum. Sektor-sektor yang terlibat meliputi tindak pidana pencucian uang (TPPU), narkotika, hingga pertambangan ilegal. Namun demikian, terdapat pula laporan-laporan yang belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH) meskipun telah dilaporkan oleh PPATK.

Perputaran dana raksasa dalam konteks Pemilu 2024 ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap aliran keuangan untuk menjaga integritas proses demokrasi. Langkah-langkah yang diambil oleh PPATK dan kolaborasi dengan berbagai lembaga penegak hukum menjadi bukti nyata dari komitmen untuk menciptakan pemilu yang bersih dan adil.

Baca Juga: Analisis Biaya Politik Tinggi di Indonesia dan Implikasinya untuk Pilkada di Ponorogo

Potensi Politik Uang Mengancam Integritas Pilkada Serentak 2024

Majelis Sidang dipimpin Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, putuskan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran.
Majelis Sidang dipimpin Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, putuskan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran.
Menjelang Pilkada serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024, fenomena politik uang menjadi sorotan utama. Rahmat Bagja, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, menegaskan bahwa praktik politik uang masih berpotensi terjadi dan menjadi tantangan dalam menjaga integritas pemilihan.

Dalam Forum Koordinasi Sentra Gakkumdu, Rahmat Bagja mengungkapkan kekhawatirannya, "Politik uang pasti selalu ada. Permasalahannya bisa direduksi atau tidak? Kita sudah patroli, begitu selesai patroli dan Panwascam kembali ke kantornya, terjadi lagi politik uang."

Berdasarkan data tren putusan tindak pidana pemilihan tahun 2020, terdapat puluhan kasus yang tercatat melanggar berbagai pasal dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Baca Juga: Apa Arti Status Quo, dan Contohnya dalam Konteks Politik

Sebanyak 65 kasus melibatkan kepala desa atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar pasal 188 dengan melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Sementara itu, 22 kasus terkait pelanggaran pasal 187A ayat 1, yang melibatkan pemberian uang atau materi lainnya.

Rahmat Bagja juga menyoroti kasus lain seperti pelanggaran pasal 178B, di mana terdapat 12 kasus pemilih yang memberikan suara lebih dari sekali. Terdapat juga pelanggaran pasal 187 ayat 3 sebanyak 10 kasus, yang berkaitan dengan ketentuan kampanye. Delapan kasus melanggar pasal 187 ayat 2, tujuh kasus melanggar pasal 178A, dan beberapa kasus lainnya yang melibatkan penyelenggara pemilihan.

Pada Pemilu 2024, akan ada perbedaan dalam penanganan politik uang. Pemberi akan dikenakan pidana, sementara penerima tidak. Hal ini berbeda dengan pemilihan sebelumnya, di mana pemberi dan penerima sama-sama dikenakan pidana.

Rahmat Bagja memprediksi, "Ini dua-duanya kena di pemilihan. Jadi, kemungkinan yang lapor ke Bawaslu itu semakin sedikit, yang mengaku menerima juga akan semakin sedikit, pasti yang mau mengaku makin sedikit, yakin itu. Karena kena pidana."

Baca Juga: Biaya Politik Melambung, Calon Independen Pilkada 2024 Terancam Punah?

Ketua Bawaslu RI tersebut juga menekankan pentingnya pemilihan penyelenggara adhoc yang selektif, "Kenapa panitia KPPS itu harus penduduk setempat, maksudnya untuk mengenal siapa yang akan dia pilih, siapa yang memilih pada saat itu."

Kekhawatiran akan berkurangnya pelapor menjadi perhatian khusus Bawaslu. Untuk mengatasi hal ini, Bawaslu provinsi dan kabupaten kota harus mengawasi dengan ketat pelaksanaan tahapan Pilkada 2024 di lapangan. ***

Editor: Yudhista AP

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah